Berita Editorial (Tajuk Rencana) : INDONESIA DARURAT TERORISME
Pagi menjelang siang di hari minggu itu,
kala suasana tenang di hari Minggu. Tiba-tiba terdengar ledakan bom dari salah satu gereja di Surabaya. Tidak,
tidak hanya satu gereja. Ledakan didua gereja kemudian menyusul. Warga yang
kala itu sedang beribadah panik berhamburan. Hari yang tenang itu berubah
menjadi tegang untuk beberapa saat. Ditakutkan jika masih ada kemungkinan
ledakan bom yang lain.
Indonesia memasuki darurat terorisme,
begitu pernyataan Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI. Bagaimana tidak hanya
berselang beberapa hari dalam waktu satu minggu, media Indonesia banjir akan
pemberitaan masalah terorisme.Tidak hanya terjadi di Surabaya, mari ingatan
kita kembali ke beberapa hari yang lalu. Hari Kamis (10/5), suasana tegang juga
terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Kerusuhan yang terjadi hingga
membuat lalu lintas hampir di tutup selama 36 jam ini, menewaskan 5 aparat.
Dimana mereka disandra oleh tahanan kasus terorisme. Apakah ini membuat
jaringan atau sel-sel yang selama ini terkesan tidur mulai muncul ke permukaan?
Miris bukan bagaimana di Pancasila
sendiri jelas-jelas tertulis pada sila ke-2, “Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”. Mari kita pertanyakan dimana rasa kemanusiaan pada diri pelaku-pelaku
tersebut. Semakin merinding ketika fakta terungkap bahwa tersangka pengeboman
di Surabaya merupakan satu keluarga. Satu orang ayah, ibu, dua orang anak
perempuan, dan dua orang anak laki-laki. Bukankah seharusnya keluarga merupakan
sosok yang akan saling melindungi anggota keluarga lainnya, dan bukan
mengorbankan satu sama lain. Jika kita membahasnya dengan ilmu agama, agama
mana yang mengajar kan membunuh sesama manusia? Bukankah semua agama
mengajarkan perdamaian? Indonesia yang jelas-jelas sudah merdeka hampir 73
tahun yang lalu terbentuk karena ingin adanya perdamaian dalam negeri ini,
mereka yang berbeda baik secara suku, agama, etnis, dan ras bersatu melawan
ketidak adilan kala itu. Bagaimana perjuangan mereka dulu kini ternodai oleh
sikap teorirsme yang dimiliki seseorang. Negara Indonesia hampir pecah,
kedamaian yang dulu di perjuangkan ternodai oleh anak negara nya sendiri. Masih
belum tergambar jelas apa alasan yang menjadi penyebab mereka melakukan
tersebut.
Perlindungan sesama hak manusia untuk
hidup sendiri bukannkah sudah tertuang dalam UU no. 39 tahun 1999. Tertuang
didalamnya bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi oleh negara hukum,
pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”. Perlu digaris bawahi, ditebalkan jika perlu bahwa hakikatnya
keberadaan manusia harus di hormati. Tidak ada satu mahluk pun yang berhak
mengambil hakikat tersebut selain Tuhan Yang Maha Esa. Apabila negara sendiri
sudah membuat UU seperti ini, berarti kasus HAM manusia masih sarat akan
konflik. Terorisme mengancam Hak Asasi Manusia. Mereka yang tidak tahu dan
tidak bersalah menjadi korban. Mereka yang mencintai hidup mereka, direnggut
kesempatannya oleh mereka yang mengaku
benar diluar sana.
Terorisme masih ada, masih menjadi momok
menakutkan bagi setiap negara, tidak hanya di Indonesia. Kapan pun bisa
terjadi. Hanya rasa kemanusian di setiap diri insan yang bisa menghentikan aksi
ini. Menyadarkan mereka, apa yang mereka lakukan bukanlah sesuatu yang akan
dianggap heroik jika menghilangkan nyawa banyak orang, mereka-mereka yang tidak
bersalah, katakanlah tidak tahu apa-apa. Direnggut kehidupannya, hanya dengan
alasan yang kadang tidak masuk akal. (dw)
Komentar
Posting Komentar