Tentang Dia, Sosok Dibalik Kerudung di Titik Api



“Saya ingin seperti ungkapan Pramoedya Ananta Toer, menulislah maka kamu akan abadi dalam sejarah.” ujar Taufik Hidayatullah, pemuda berusia 19 tahun, yang baru saja meluncurkan novel keduanya pada 10 Maret 2018 lalu. Dengan mengangkat fenomena perempuan sebagai tubuh sosial dalam balutan hijab, melalui novel berjudul “Kerudung di Titik Api” Taufik ingin menunjukkan keseimbangan antara sisi feminisme dan maskulinitas.
Ketertarikannya dalam dunia menulis, bermula ketika ia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Belum memiliki pengalaman menulis, tak menjadi halangan bagi Taufik kala itu untuk mencoba mengikuti lomba cerpen di salah satu surat kabar yang ada di provinsi Riau. Yang membuatnya berhasil meraih juara pertama. Hal ini lah yang mengantarkan ia pada novel pertamanya Ketika Nalar Berbicara.
“Saat itu momen yang paling unforgettable banget, dari sanalah motivasi-motivasi baru muncul dan mendorong saya untuk melahirkan karya.” ungkap Taufik. Baginya menulis merupakan media untuk menciptakan rekam jejak. Serta sarana penyampaian gagasan, pemikiran, ataupun untuk mempertahankan keberadaan seseorang dalam pusaran sejarah.  Dan dengan menulis juga ia merasa dapat terus belajar dan belajar yang kemudian menvisualisasikan ide-ide abstraknya melalui tulisan. 
“Hambatan pasti ada. Khususnya internal sih, menyangkut kepribadian saya sendiri. Apakah mood lagi bagus atau engga. Kalau sedang emosional, menulis terkadang menjadi tidak terkontrol.” ungkap Taufik. 
Tidak hanya itu, hambatan yang paling besar menurutnya adalah bila terdapat tulisan-tulisan yang menuntut dia untuk melakukan pencarian data dan riset berulang-ulang. Khususnya dalam penulisan sebuah fenomena yang real. “Ya itu, konsekuensinya tidak main-main karena riskan sekali menulis sesuatu yang berasal dari kenyataan.” ujarnya. Namun, hambatan-hambatan tersebut tak menyurutkan semangat Taufik untuk terus menulis setiap harinya. Menurutnya menulis sudah seperti ritual.
“Yang membuat saya tetap konsisten itu jam terbang, alias  membiasakan diri.” jawabnya ketika ditanya bagaimana ia mempertahankan konsistensi nya dalam bidang menulis. Menjaga kesimbangan untuk tetap menulis ditengah padatnya aktivitas perkuliahan, ia anggap sebagai tantangan guna merealisasikan target-target yang ia buat. Seperti target nya saat ini, melanjutkan sekuel kedua dari novel Kerudung di Titik Api. Hingga novel baru berjudul Kamar-Kamar Haram, Fantasi Nusantara yang bergenre fiksi, hingga buku kumpulan prosa.
Harapannya melalui buku-buku tersebut. Orang-orang terhibur dan dapat mengambil manfaat dari apa yang tulis. Tentunya dengan kebahagiaan yang ia salurkan melalui karyanya ini dapat juga memberi pandangan kepada masyarakat bahwa menulis itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Maka dari itu, Taufik Hidayatullah tidak akan pernah berhenti dan akan terus berkarya.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEANEKARAGAMAN BUDAYA menurut John J. Macionis

STRATIFIKASI SOSIAL menurut John J. Macionis